Rabu, 12 Oktober 2011

Soal - Soal PPOM

A. Bronkitis Kronis
1. Apa yang dimaksud dengan bronkitis kronis ?
2. Apa saja yang akan pasien alami jika menderita bronkitis kronis ?
3. Sebutkan jenis -jenis penyebab bronkitis kronis ?
4. Pengobatan apa saja yang dapat dilakukan pada klien bronkitis kronis ?5. Pada keadaan normal paru-paru memiliki kemampuan. jelaskan ?

B.Ashma Bronkhiale
1. Apa pengertian dari ashma bronkhiale ?
2. Apa penyebab umum dari ashma bronkhilae ?
3. Berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, jelaskan ?
4. Jelaskan tingkatan pada penderita ashma ?
5. Manifestasi Klinik pada pasien ashma adalah ?

C. Empisema Paru
1. Apa yang dimaksud dengan empisema paru ?
2. Apa yang menjadi penyebab emfisema ?
3. Sebutkan sifat dari Emfisema paru ?
4. Jelaskan jenis-jenis dari emfisema paru ?
5. Bagaimana pendekatan teurapeutik dari tujuan pengobatan emfisema ?
 

Empisema Paru


LAPORAN PENDAHULUAN
EMPISEMA
1.   PENGERTIAN
Emfisema paru merupakan bentuk paling berat dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada ekspirasi (jebakan udara).
Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.

Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelum distal bronkus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveolus.

Jenis-jenis emfisema :
1. Alveolus Sentrio Lobular (CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan daerah sekitar asinus
2. Emfisema Panlobular
Ganbaran khasnya adalah tersebar merata di semua paru-paru
3. Irregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus

Emfisema dapat bersifat :
1. Emfisema Kompensatorik
Jenis ini dapat bersifat akut atau kronik, tejadi di bagian paru yang masih berfunsi karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi. Misalnya karena pneumonia, pneumothoraks atau atelaktasis
2. Emfisema Obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh.

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
5. Paparan Debu
C. PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruhparu.

Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.

Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Batuk
2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
5. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk
6. Bibir tampak kebiruan
7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
8. Batuk menahun
9. Dispnea
10. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
11.Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot                   aksesori pernapasan (sternokleidomastoid)
12.Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
13. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
14. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
15. Distensi vena leher selama ekspirasi


F. KOMPLIKASI
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
a.Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas
b.Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi
c.Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
d.Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan

e.Dukungan psikologis
f.Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan
g.Bronkodilator
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
Ø Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel mrnjadi serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi.
 Pengobatan Infeksi
Ø
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan.
 Oksigenasi
Ø
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam perhari sampai 24 jam perhari
1. Pencegahan
 Tidak merokok
ý
 Menghindari debu maupun asap polutan lain
ý
2. Terapi Medis
 Derivat xantin
ý
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada pasien emfisema
 β2 golongan agonis
ý
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi, obat yang tergolong β2 agonis adalah terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
 Antikolinergik
ý
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase.
 Kortikosteroid
ý
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan nafas pada emfisema masih diperdebatkan, obat yang termasuk di dalamnya adalah dexametason, prednison dan prednisolon.
 Ekspektoran dan mukolitik
ý
Usaha untuk mengurangi dan mengeluarkan mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema. Ekspektoran dan mukolitik yang biasa dipakai adalah bronhoksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
 Antibiotik
ý
Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin, kotrimoksazol, biasanya diberikan 7-10 hari.
3. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi obat dan toleransi beban kerja.
4. Latihan Fisik
Latihan fisik yang biasa dilakukan
 Memutar badan ke kiri dan ke kanan dilanjutkan membungkuk ke depan dan belakang
ý
 Latihan dilakukan 5-30 menit selama 15-30 menit selama 4-7 hari/minggu
ý
 Dapat juga dilakukan olahraga ringan naik turun tangga
ý
5. Rehabilitasi
Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur
6. Fisioterapi
 Postural Drainase
ý
Salah satu tehnik membersihkan jalan nafas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi
 Breathing Exercise
ý
Dimulai dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan nafas melalui bibir dengan mulu mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau tempat tidur, bisa juga dilakukan dengan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernafasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernafasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.

 Latihan Batuký
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakhea dan bronkioli dari sekret atau benda asing
 Latihan Relaksasi
ý
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto Thoraks
ý
Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal.
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
3. Pemeriksaan Gas Darah
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan Laboratorium Darah (Kadar Leukosit)


ASHMA BRONKHIALE


LAPORAN PENDAHULUAN
ASTHMA BRONKHIALE
A. Pengertian
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
o Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
o Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
o Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
o Stress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
o Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
o Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

C. Klasifikasi Asthma
Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
D. Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
o Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
o Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
o Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
o Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
o Tanpa keluhan.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
o Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
o Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
o Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
o Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
o Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
§ Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
§ Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
§ Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
§ Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
o Pemeriksaan darah.
§ Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
§ Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
§ Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
§ Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
o Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
o Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
o Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
o Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
o Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
o Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan farmakologik :
o Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
§ Orsiprenalin (Alupent)
§ Fenoterol (berotec)
§ Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
§ Aminofilin (Amicam supp)
§ Aminofilin (Euphilin Retard)
§ Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
o Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
o Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik:
o Memberikan penyuluhan.
o Menghindari faktor pencetus.
o Pemberian cairan.
o Fisiotherapy.
o Beri O2 bila perlu.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASTHMA BRONKHIALE
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
o Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
o Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
o Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
o Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
o Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
o Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3. Pernapasan
o Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
o Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
o Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
o Adanya bunyi napas mengi.
o Adanya batuk berulang.
4. Sirkulasi
o Adanya peningkatan tekanan darah.
o Adanya peningkatan frekuensi jantung.
o Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
o Kemerahan atau berkeringat.
5. Integritas ego
o Ansietas
o Ketakutan
o Peka rangsangan
o Gelisah
6. Asupan nutrisi
o Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
o Penurunan berat badan karena anoreksia.
7. Hubungan sosal
o Keterbatasan mobilitas fisik.
o Susah bicara atau bicara terbata-bata.
o Adanya ketergantungan pada orang lain.
8. Seksualitas
o Penurunan libido.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Sesak berkurang
• Batuk berkurang
• Klien dapat mengeluarkan sputum
• Wheezing berkurang/hilang
• TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
• Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
• Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
• Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
• Berikan air hangat.
R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
• Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
• Pola nafas efektif
• Bunyi nafas normal atau bersih
• TTV dalam batas normal
• Batuk berkurang
• Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
• Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
• Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
• Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
• Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
• Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
• Kolaborasi
o Berikan oksigen tambahan.
o Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
• Keadaan umum baik
• Mukosa bibir lembab
• Nafsu makan baik
• Tekstur kulit baik
• Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
• Bising usus 6-12 kali/menit
• Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
• Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
• Timbang berat badan dan tinggi badan.
R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
• Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
• Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
• Kolaborasi
o Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
o Berikan obat sesuai indikasi.
o Vitamin B squrb 2×1.
R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
o Antiemetik rantis 2×1
R/ untuk menghilangkan mual / muntah.


Bronkitis Kronis

LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKITIS KRONIS


1. Defenisi
Bronkhitis kronis adalah radang pada bronkhus yang biasanya mengenai trakhea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada morbili, pertusis, ditteri, dan tipus abdominalis.
Istilah teori bronkhitis kronis menunjukkan kelainan pada bronkhus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronkhus maupun dari bronkhus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun secara berturut-turut.
Bronkhitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronkhitis akut. Walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada penyakit bronkhitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronkhus yang tidak normal, infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.
2. Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab bronkhitis akut, yaitu:
a. Infeksi: Staphylococcus (stafilokokus), Streptococcus (streptokokus), Pneumococcus (pneumokokus), Haemophilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsangan lingkungan, misal: asap pabrik, asap mobil, asap rokok, dll.
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
3. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).
4. Manifestasi Klinik
a. Penampilan umum: cenderung overweight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kan an), dan barrel chest.
b. Usia: 45-65 tahun.
c. Pengkajian:
- Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dispnca dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada sistem respirasi.
- Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan Hematokrit > 60%.
e. Riwayat merokok positif (+).
5. Manajemen Medis
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronkhial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Antimicrobial
b. Postural drainase
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian.
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
Ketidakmampuan untuk tidur.
Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah, insomnia.
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi vena leher.
Edema dependent
Bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemi.
Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan otot bantu pernafasan
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas ronchi
Perkusi hyperresonan pada area paru.
Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
Pemeriksaan diagnostik :
Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
TLC : Meningkat
Volume residu : Meningkat.
FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
GDA : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
Perencanaan Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Rencana Tindakan:
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Tachipnoe biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Awasi GDA
Rasional : PaCO­2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
Auskultasi bunyi usus
Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
Berikan perawatan oral
Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Konsul ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
Observasi warna, bau sputum.
Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
Rasional : mencegah penyebaran patogen.
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Rencana tindakan:           
Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan exercise, berjalan perlahan atau latihan yang sesuai.
Rasional : Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak O2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.
Rencana tindakan:
Kaji tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat).
Rasional : Dengan mengetahui tingkat kecemasan klien, sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
Berikan dorongan emosional.
Rasional : Dukungan yang baik memberikan semangat tinggi untuk menerima keadaan penyakit yang dialami.
Beri dorongan mengungkapkan ketakutan/masalah
Rasional : Mengungkapkan masalah yang dirasakan akan mengurangi beban pikiran yang dirasakan
Jelaskan jenis prosedur dari pengobatan
Rasional : Penjelasan yang tepat dan memahami penyakitnya sehingga mau bekerjasama dalam tindakan perawatan dan pengobatan.
Beri dorongan spiritual
Rasional : Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk menjalani perawatan dan menyerahkan pada TYME atas kesembuhannya.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan di rumah
Tujuan : Mengatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi :
Jelaskan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan.
Instruksikan untuk latihan afas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir dan nafas abdominal membantu meminimalkan kolaps jalan nafas dan meningkatkan toleransi aktivitas
Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya udara, serbuk, asap tembakau.
Rasional : Faktor lingkungan dapat menimbulkan iritasi bronchial dan peningkatan produksi sekret jalan nafas.
Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)
Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
Sumber:
1.Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.
2.Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
3.Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.
4.Tucker, Susan Martin, 1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta.
5.Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI, Jakarta.
6.Long, Barbara C, 1998, Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.
7.PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
8.Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan


Rabu, 05 Oktober 2011

Coba jawab pertanyaan di bawah ini!!!

1. Oksigen yang dihirup manusia akan diguanakan dalam proses metabolisme untuk menghasilkan energi yaitu pada proses?


2. Sistem yang berkaitan langsung dengan system respirasi adalah sistem?


3. Faktor yang mempengaruhi frekuensi pernapasan pada manusia kecuali?
4. Besar volume tidal pada orang dewasa umumnya berkisar?
5. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang apa?








PPT askep bronkhitis

silahkan klik disini!!!PPT askep bronkhitis

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKHITIS





A.    PENGKAJIAN

Keluhan utama pada klien dengan bronkitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai >40°C dan sesak nafas.
1.      Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini sering kali klien mengeluh pernah mengalami infeksi saluran nafas
bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas. Perawat harus
memperhatikan dan mencatatnya baik-baik.
2. Riwayat Penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda terjadinya toksemia klien dengan bronkitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardia dan takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi dan rasa sakit dibawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat tentang obat-obatan yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obatan tersebut masih relevan untuk dipakai.
3. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pada pengkajian klien dengan bronkitis didapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas, dan demam merupakan stresor untuk terjadinya cemas. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan. Pengobatan nonfarmakologi seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen dan iritan.

4. Pemeriksaan fisik
– Keadaan umum dan TTV
Hasil pemeriksaan TTV pada klien biasanya didapatkan adanya peningkatan suhu lebih dari 40°C, frekuensi nafas meningkat, nadi meningkat. Biasanya tidak ada peninmgkatan tekanan darah.
– Pernafasan
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi bernafas ditemukan penggunaan otot bantu pernafasan. Pada bronkitis kronis sering didapatkan bentuk dada barrel/tong. Gerakan masih simetris, didapatkan batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah. Taktil fremitus biasanya normal, didapatkan bunyi resonan pada lapang paru. Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik ditambah

dengan adanya konsolidasi disekitar abses maka akan terdengar suara nafas
bronkial dan ronki basah.
– Sirkulasi
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
– Neurosensori
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit serius.
– Eliminasi
Pengukuran intake dan output, monitor adanya oligouria yang merupakan salah
satu tanda awal syok.
– Makanan, cairan
Klien biasanya mengalami muntah dan mual, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
– Aktivitas,istirahat.
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi ADL

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI menurut NIC-NOC (2002)
1.      Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan pengumpulan sekresi, mukus berlebihan, bronchospasme
Tujuan :
-          Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan : Pertukaran gas dan ventilasi tidak berbahaya, perilaku mengontrol gejala-gejala secara konsisten.
-          Klien mempunyai Jalan nafas yang paten
-          Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal.
Intervensi
-          Kaji dan dokumentasikan : Keefektifan pemberian oksigen dan pengobatan, kecenderungan pada gas darah arteri.
-          Auskultasi dada bagian anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi tambahan.
-          Lakukan pengisapan Jalan nafas bila diperlukan.
-          Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan eksresi.
-          Pindahkan posisi pasien setiap 2 jam sekali apabila pasien tidak bisa ambulasi.
-          Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
-          Jelaskan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk turunkan kecemasan.


2.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik, demam
Tujuan :
-          Kekurangan volume cairan akan teratasi
-          Keseimbangan Elektrolit asam-basa akan dicapai
-          Dibuktikan dengan indikator : Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan, Elektrolit serum dalam batas normal, serum dan pH urine dalam batas normal
Intervensi :
-          Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
-          Observasi terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang tinggi.
-          Identifikasi faktor yang dapat memperburuk status dehidrasi klien.
-          Pemberian dan pemantauan cairan dan obat intravena
-          Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida dan kreatinin

3.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penyempitan jalan nafas, kelelahan
Tujuan :
- Pasien akan menunjukkan pola pernafasan yang optimal Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
Intervensi
-          Pantau adanya pucat dan sianois
-          Kaji kebutuhan inserse jalan nafas
-          Observasi dan dokumentasi pola pernafasan klien.
-          Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
-          Perhatikanpergerakan dada amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu serta retraksi otot supraklavikular dan interkostat
-          Pantau peningkatan kegelisahan klien, ansietas dan tersengal-sengal



4.      Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan kejadian batuk produktif,  penggunaan otot bantu pernafasan.

Tujuan :
-          Pasien akan menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
-          Mempertahankan atau mengurangi tingkat nyeri
-          Pasien melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
-          Mengenali faktor penyebab nyeri dan tindakan untuk menguranginya
Intervensi :
-          Minta pasien untuk menilai nyeri pada skala 0-10
-          Gunakan lembar alur nyeri untuk memantau pengurangan nyeri
-          Kaji dampak agaam, budaya dan lingkungan terhadap nyeri dan respon klien

5.       Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan
-          Pasien akan mengidentifikasi aktivitas yang menimbulkan kelemahan
-          Berpartisipasi dalam aktivitas yang dibutuhkan dengan TTv dalam rentang normal
-          Menungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, pengobatan dan atauperalatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi ;
-          Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
-          Tentukan penyebab keletihan klien
-          Pantau respon kardiovaskuler pasien terhadap aktivitas
-          Instruksikan kepada pasien untuk menggunakan teknik relaksasi (distraksi, visualisasi)
-          Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat pasien.
-          Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala.


6.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan :
-          Pasian akan mempertahankan berat badannya.
-          Pasien akan menjelaskan keadekuatan diet bergizi dan keinginan untuk berdiet.
-          Mempertahankan massa tubuh dalam batas normal.
Intervensi
-          Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
-          Ketahui makanan kesukaan pasien
-          Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
-          Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
-          Tinjau selalu berat badan pasien
-          Ajarkan metode untuk perencanaan makanan dan makanan yang bergizi.

7.       Hipertermia berhubungan dengan kecepatan metabolisme tubuh yang meningkat akibat viremia
Tujuan :
-          Pasien akan menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
-          Pasien akan melaporkan tanda dan gejala dini hipertermi
-          Pasien akan menunjukkan termoregulasi ditunjukkan dengan suhu kulit dan tubuh dalam batas normal, nadi dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit dan keletihan tidak ada.

Intervensi :
-          Pantau aktivitas kejang. Hidrasi, TD, nadi dan pernafasan pasien.
-          Ajarkan pasien dan keluarga cara mengukur suhu yang tepat untuk mencegah dan mengenali secara dini tanda gehala hipertermia.
-          Lepaskan pakaiana yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selembar pakaian saja.
-          Gunakan waslap dingin pada aksila, kening, leher dan lipat mata.
-          Anjurkan asupan cairan oral.
-          Lakukan perawatan kegawatdaruratan sesuia prosedur.
-          Gunakan kipas angin bila diperlukan.
-          Kolaborasikan pemberian obat antipiretik sesuai kebutuhan.

8.       Kecemasan berhubungan dengan rasa sesak, penggunaan alat medis yang asing.
Tujuan :
-          Ansietas berkurang dibuktikan dengan menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontrol Impuls
-          Menunjukkan kontrol ansietas
-          Meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun masih ada kecemasan.
-          Mengidentifikasi gejala yang menyebabkan ansietas.

Intervensi :
-          Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien
-          Kaji teknik atasikecemasan yang dimiliki
-          Sediakan informasi aktual tentang diagnosis, perawatan dan prognosis penyakit.
-          Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
-          Jelaskan prosedur dari setiap kerja yang akan dilakukan.
-          Beri dorongan pasien untuk mengungkapkanpikiran dan perasaan.
-          Bantu pasien untuk memfokuskan diri pada situasi saat ini.
-          Sediakan pengalihan melalui televis, radio, permainan
-          Sediakan penguatan yang positif
-          Kurangi rangsangan yang berlebihan
-          Sarankan terapi alternatif untuk atasi kecemasan

Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

1.      Jalan nafas klien bersih dan patent setelah mendapat tindakan keperawatan.
2.      Volume cairan tubuh klien adekuat.
3.      Pola nafas klien adekuat
4.      Nyeri berkurang atau menghilang
5.      Klien dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan keletihan yang minimum
6.      Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
7.      Suhu tubuh klien dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, nadi danrespirasi dalam batas normal
8.      Klien menyatakan kecemasan berkurang atau terkontrol



Daftar Pustaka
Wilkinson, Judith M.2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa : Widyawati dkk. Jakarta:EGC
Soegito. Pengobatan Bronkitis Kronik Eksaserbasi Akut Dengan Ciprofloxacin Dibandingkan Dengan Co Amoxyclav. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Anonim.2008. Bronkitis. http://www.klikdokter.com.
Anonim.2010. Bronkitis. http:// www.id.wikipedia.com.
Gunawan, Iriyan.2006. Bronkitis pada anak. http://www.asuhankeperawatan.blogspot.com
Anonim.2009. Bronkitis (akut and kronik). http://www.MayoClinic.com.